PENGUASAAN SUMBER DAYA ALAM OLEH NEGARA (PASAL 33 AYAT 3 TENTANG AGRARIA)

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengatur mengenai “dikuasai negara” atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnnya. Lahirnya Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menjadi tonggak politik hukum pengelolaan sumber daya alam Indonesia. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Sutowo bahwa: “Sejak kami memproklamasikan kemerdekaan di Indonesia pada tahun 1945, kami tahu bahwa kita harus menguasai sumber daya alam seperti yang tertulis dalam konstitusi kita.” Kontrol terhadap sumber daya alam Indonesia menjadi hukum tertulis dalam Konstitusi Indonesia. Frasa “dikuasai oleh negera” dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menurut Soepomo sebagai arsitek UUD 1945 yang memberi pengertian “dikuasai” sebagai berikut dengan pengertian mengatur dan/atau menyelenggarakan terutama untuk memperbaiki dan mempertimbangkan produksi. Demikian pula Mohammad Hatta, founding fathers negara Indonesia, yang juga tokoh ekonomi Indonesia, mantan Wakil Presiden pertama dan salah satu arsitek UUD 1945, menyatakan: “… Pemerintah membangun dari atas, melaksanakan yang besar-besar seperti membangun tenaga listrik, persediaan air minum, menyelenggarakan berbagai macam produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Apa yang disebut dalam bahasa Inggris “public utilities” diusahakan oleh Pemerintah. Milik perusahaan besar tersebut sebaik-baiknya di tangan Pemerintah…”. .

Selanjutnya, Mohammad Hatta merumuskan tentang pengertian dikuasai oleh negara yaitu dikuasai oleh negara tidak berarti negara sendiri menjadi pengusaha, usahawan atau ordernemer. Lebih tepat dikatakan bahwa kekuasaan negara terdapat pada membuat peraturan guna kelancaran jalan ekonomi, peraturan yang melarang pula penghisapan orang yang lemah oleh orang yang bermodal. Pendapat Mohammad Hatta berbeda dengan pendapat Bagir Manan, bahwa cakupan pengertian dikuasai oleh negara atau hak penguasaan negara, sebagai berikut:
“(1) Penguasaan semacam pemilikan oleh negara, artinya negara melalui Pemerintah adalah satu-satunya pemegang wewenang untuk menentukan hak wewenang atasnya, termasuk di sini bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya,
(2) Mengatur dan mengawasi penggunaan dan pemanfaatan,
(3) Penyertaan modal dan dalam bentuk perusahaan negara untuk usaha-usaha tertentu”.

Konsepsi “dikuasai oleh negara” sebagaimana termuat dalam Pasal 33 ayat (3) UUD l945 tersebut, telah ditafsirkan oleh Mahkamah konstitusi dalam perkara nomor 01-021-022/PUU-I/2003 mengenai pengujian UU No.20 Tahun 2002 dan 02/PUU-I/2003 mengenai pengujian UU Nomor 22 Tahun 2002 tentang Minyak dan Gas Bumi, tanggal 1 Desember Tahun 2004, yang merumuskan bahwa penguasaan negara tersebut adalah sesuatu yang lebih tinggi dari pemilikan. Dinyatakan bahwa: “….pengertian dikuasai oleh negara dalam Pasal 33 UUD 1945 mengandung pengertian yang lebih tinggi atau lebih luas daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata. Konsepsi penguasaan oleh negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik dibidang politik (demokrasi politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham kedaulatan rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara, sesuai dengan doktrin ” dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”.Dalam pengertian tersebut, tercakup pula pengertian kepemilikan publik oleh rakyat secara kolektif. Penguasaan sumber daya alam oleh negara, sebagaimana diatur dalam UUD 1945 tidak dapat dipisahkan dengan tujuan dari penguasaan tersebut yaitu guna mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Keterkaitan penguasaan oleh negara untuk kemakmuran rakyat, menurut Bagir Manan akan mewujudkan kewajiban negara :
1. segala bentuk pemanfaatan (bumi dan air) serta hasil yang didapat (kekayaan alam), harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat; 2. melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat di dalam atau di atas bumi, air dan berbagai kekayaan alam tertentu yang dapat dihasilkan secara langsung atau dinikmati langsung oleh rakyat;
3. mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan rakyat tidak mempunyai kesempatan atau akan kehilangan haknnya dalam menikmati kekayaan alam. Penguasaan oleh negara atas sumber daya alam tersebut, terkritalisasi dalam peraturan konkret yaitu dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Menurut Stuart G. Gross, bahwa: “Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa“ tanah, perairan, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dieksploitasi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ”. Seperti yang diamati oleh dua komentator di industri pertambangan, “formulasi ini melampaui penegasan tradisional,” mengartikulasikan, lebih tepatnya, sebuah prinsip dasar hukum konstitusional Indonesia yang tidak dapat diganggu gugat. Dengan demikian, Kontrak Karya (Kontrak Karya) mirip dengan kontrak konsesi tradisional hanya dalam beberapa hal, seperti cara di mana pendapatan ditransfer kembali ke Negara dalam bentuk pajak dan royalti, dan tingkat kendali pemegang Kontrak Karya atas operasi. Namun, dalam hal-hal penting lainnya, perusahaan pertambangan asing bertindak bukan sebagai pemegang konsesi tetapi sebagai kontraktor untuk Republik Indonesia (RI), yang memiliki hak atas mineral yang belum diekstraksi, dan untuk siapa perusahaan pertambangan tersebut bekerja”
Dalam konteks pertambangan, Stuart G Gross memberikan contoh penguasaan negara atas pertambangan yang terselanggara dalam Kontrak Karya. Menurutnya, Kontrak Karya bukanlah merupakan suatu konsesi pertambangan yang dimiliki oleh perusahaan, karena perusahaan hanyalah berperan sebagai pemegang izin yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia. Melalui kontrak karya ini Pemerintah mendapatkan manfaat dari pajak, royalti, serta kontrol terhadap operasi produksi pertambangan. Apabila dikaitkan dengan rezim agrarian yang merupakan aturan terkait sumber daya alam, khususnya tanah, terhadap frasa “dikuasi oleh negara”, dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) hal tersebut ditransformasikan ke dalam pengertian “Hak Menguasi Negara”. Dalam Pasal 2 UUPA diatur bahwa hak menguasai dari negara memberi wewenang untuk:
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Kewenangan negara tersebut, kemudian dipertegas oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 dengan memberikan tafsir atas frasa “dikuasai oleh negara” dalam Pasal 33 UUD 1945: “Perkataan “dikuasai oleh negara” haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan berasal dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”, termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut memberikan pedoman mengenai bagaimana konsepsi implementatif dari penguasaan negara atas sumber daya alam. Konsepsi implementatif tersebut, yaitu:
a. Prinsip kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan.
b. Prinsip rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara.
c. Prinsip mandat rakyat secara koletif untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pemaknaan terhadap penguasaan oleh negara telah tegas dan jelas, sehingga setiap undang-undang di bidang sumber daya alam, baik undang-undang baru maupun undang-undang perubahan harus menjadikan asas penguasaan negara atas sumber daya alam sebagai asas dalam pengusahaan sumber daya alam. Adapun bentuk pengusahaan dengan berlandaskan asas pengusahaan negara tersebut, dapat saja termanifestasi ke dalam:
a. Penguasaan dan pengusahaan yang dilakukan sendiri oleh negara;
b. Penguasaan oleh negara dan pengusahaan oleh swasta; atau
c. Penguasaan oleh negara dan pengusahaan oleh perusahaan negara.
Dalam konsep tersebut, apapun bentuk peng-usaha-an-nya sumber daya alam maka bentuk peng-(k)uasa-an-nya tetap berada di tangan negara. Penguasaan sumber daya alam tersebut dapat terjabar dalam skema berikut ini:

– SUMBER DAYA ALAM (Bumi, Air, dan Kekayaan Alam Yang Terkandung di Dalamnya)

– DIKEUASAI NEGARA : Kebijakan, Pengurusan, Pengaturan, Pengelolaan, Pengawasan

– KEMAKMURAN RAKYAT : Ketahanan Energi, Ketahanan Pangan, Pemerataan Pembangunan, Akses Pendidikan Dan Kesehatan, Pengelolaan Dan Perlindungan Lingkungan Hidup, Penyerapan Tenaga Kerja, Dll.

 

Oleh    : RDK
Editor  : Ame

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *