Wusssss. Tiba-tiba sebuah motor putih merajai jalanan menuju kampusku. Aku yang sedang berjalan menuju kampus tak sengaja melempar flashdisk yang kupegang karena terkejut. Entah kemana larinya barang kecil berharga itu. Tak habis pikir apa tujuan lelaki itu mengendarai motor bak kesetanan. Dirasanya jalanan itu seperti sirkuit Catalunya tempat Valentino Rossi memenangkan motoGP 2009 silam. Meliuk-liuk dengan tangan ditekuk, kadang miring ke kanan kadang ke kiri. “Lebay sekali”, umpatku dalam hati. Bude pejual pecal langgananku saja ketika membuat bumbu kacang tidak sampai begitu gayanya. Ah, imajinasiku mendurhakai logikaku karena ulahnya.

Ah iya, namaku Nesa, Nesa Ardila. Karena ibuku sangat mengidolakan Almh.Nike Ardila. Aku kuliah di salah satu universitas di Lampung. Bangga rasanya bisa tumbuh dan dibesarkan di bumi ruwai Jurai ini. Damai bisa menghirup udara di daerah ujung pulau Sumatera, berdiri di tanah bahtera Nuwo Balak dan dimahkotai Siger Si Kebanggaan. Sungguh tenteram, kawan. Jika tidak percaya, coba saja. Datang kemari dan buktikan

Tuh kan, karena terlalu asyik menceritakan tanah kelahiranku, aku sampai lupa mencari flashdisk ku yang tak nampak walau warnanya alias belum juga kutemukan. Sungguh pelupa. Waktu menunjukkan pukul 09.10, itu berarti aku hanya punya waktu lima menit untuk tidak terlambat masuk kelas. Aku mencarinya semampuku, mondar-mandir dengan mata serasa tak berkedip. Untung saja keajaiban membuat flashdisku dapat segera kutemukan walau kotor karena terkena tanah basah.
Aku bergegas lari menuju kelas, karena kurasa sudah terlambat. Ya, memang terlambat. Tidak papa, dosenku kali ini sangatlah baik. Sudah kuduga Aku masih di beri kesempatan untuk masuk, namun setelah itu akan diperintahkan untuk menutup pintu dari luar. Hem, dan itu terjadi, pasti terjadi. Termasuk kali ini. Sungguh menyebalkan. Lelaki tadi ya, bukan dosenku.Aku terpaksa menunggu teman-temanku diluar. Bisa saja aku kembali pulang, tapi aku sudah ada janji setelah selesai mata kuliah ini kami akan singgah ke pembukaan warung kopi baru di dekat kampus. Yahh, warung kopi memang sangat menjadi andalan dilingkungan kampusku. Entah kenapa banyak sekali penggemar kopi, bahkan ada komunitasnya tersendiri bagi para pecinta kopi. Jus buah yang kaya akan vitamin saja kalah dengan minuman satu ini penggemarnya .

Proses belajar berlangsung kurang lebih 60 menit. Dan selama itu aku duduk di bangku depan kelas menunggu teman-temsnku . Sesekali orang yang lewat menertawaiku. Setelah cukup lama, jam pelajaran berakhir. Teman-temanku keluar dan menghampiriku.
” Telat lagi Nesa..Nesa. Akan ku usulkan pada rektor untuk membuatkan kontrakan dalam gedung ini untukmu, agar bisa tepat waktu sedikit”, celoteh Intan si beo dengan matanya yang sinis namun tak terlihat, karena memakai kacamata.. Tak menjawab, aku hanya tersenyum tipis mendengarnya.
” Dah ah yuk”, ajak Revi dan Reva bersamaan. Gen kembar sampai membuat ucapan pun kompak dan serempak. Heran.
Sejenak aku lupa dengan kekesalan ku tadi pagi ketika kopi hangat dengan pasrah ku seruput dari gelas dihadapan ku. Aku menikmati kopi bersama teman-temanku dengan hangat, baik kopi maupun suasana nya. Akustik musik juga menjadikan cita rasa kopi ini semakin nikmat, terpadu dengan harmoni lagu yang dibawakan oleh lelaki berjaket biru itu. Sesekali dia melemparkan microphone kepada kami , membiarkan kami memadukan suara menyanyikan lagu, walau ia sadar kalau nada nya berlarian kerjar-kejaran di Padang Savana, mengudara mendekati matahari dan tenggelam di dasar samudera. Tapi ini asyik, sungguh. Saking asyiknya, aku tak sadar bahwa aku mengenali lelaki yang bernyanyi itu. Selidik demi selidik, ya!. Aku tau, dia yang membuat imajinasi ku sampai ke Valentino Rossi dan bude Pecal langganan pinggir jalan tadi pagi. Tidak salah lagi. Tak lama berselang setelah aku mengenalinya, dia mendekat. Berjalan pelan ke arah meja tempat aku dan ketiga temanku duduk. Puluhan pasang mata menyaksikan itu. Raut wajahnya seperti menyimpan dendam tiada tara, padahal bukankah aku yang harusnya merasakannya?. Ah entahlah, pikiranku pensiun berputar. Dia mengambil kopi dingin di meja sebelah ku, mengarahkan nya pada ku dan semakin dekat. Aku sudah tau maksudnya. Ya, dia ingin menyiramku. Sial, teman-temanku tak ada yang berkutik. ” Mengapa manusia satu ini?”, hanya dalam hati tak mampu terucap

Byurrrrrrrrrrrrrrrrrr!!!.
Benar saja. Seorang wanita berdaster hijau menumpahkan air di wajahku. “Bangun Nesa. Pemerintah menghimbau untuk dirumah aja, bukan di tempat tidur saja!. “, teriakan yang terdengar mengecil karena seraya berjalan keluar. Sejenak ku termenung, memikirkan mimpi ku dipagi hari. Aku lupa, bahwa Pandemi Covid-19 membuat ku harus tetap berada dirumah. Perkuliahan ku diliburkan, mana mungkin aku telat masuk kelas, berdrama dengan dosen, diocehi oleh Intan, dan bertemu lelaki itu. Ayih, aku rindu segalanya. Dari pagi hingga sore, dari gerbang utama hingga belakang, dari tangga pertama hingga terkahir, semua terngiang-ngiang di kepalaku. Sungguh baru ingat.
Lagu One Direction terdengar dari handphoneku. Alarm ku berdering. Oh ya ampun, aku lupa kalau kuliah onlineku dimulai pukul 10.00. Dan sekarang?. Mimpi ataupun nyata tetap saja terlambat Nesa!!!. Ingatanmu sungguh tak dapat diandalkan. Maka ku berpesan, Jangan lupa ingatan, ya kawan.

Leave a Reply